TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, meminta Kementerian Perhubungan menyoroti pembelian armada pesawat oleh operator atau perusahaan maskapai. Ia mengatakan seharusnya Kemenhub mengontrol supaya operator maskapai dalam negeri tidak membeli produk-produk yang baru diluncurkan oleh produsen pesawat, seperti Boeing 737 Max 8.
Baca: Sebelum Dilarang Terbang, Boeing 737 Dicek Intensif oleh Kemenhub
"Tidak boleh ada lagi airlines beli pesawat kondisinya product launching," kata Bambang dalam rapat kerja DPR bersama Kementerian Perhubungan di kantor DPR/MPR Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 18 Maret 2019. Gagasan tersebut mulanya disampaikan Bambang untuk menanggapi insiden kecelakaan yang menimpa dua perusahaan maskapai, Lion Air dan Ethiopian Airlines.
Pesawat milik dua perusahaan maskapai yang mengalami kecelakaan itu berjenis seragam, yakni Boeing 737 Max 8. Pesawat ini pun merupakan rintisan anyar perusahaan pesawat Boeing Co. Adapun waktu terjadinya insiden kecelakaan kedua pesawat berdekatan, yaitu hanya berselang 5 bulan. Pesawat seri terbaru setelah Boeing 800 Next Generation ini sebelumnya beroperasi mulai akhir 2017.
Dua perusahaan maskapai Indonesia, Lion Air dan Garuda Indonesia, membeli Boeing 737 seri Max 8 dalam jumlah besar. Hingga 2030, komitmen pembelian Lion Air untuk pesawat jenis itu mencapai 222 armada. Sedangkan Garuda Indonesia membeli dalam jumlah 50 unit.
Bambang menilai, seharusnya operator maskapai Indonesia tak buru-buru membeli Boeing seri Max. Menurut dia, setidaknya operator menunggu 3 tahun setelah pesawat itu dirilis. “Kalau seperti ini namanya baby sicknes. Kita perlu waktu 3 tahun untuk mengetahui kelemahan produk,” ucapnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan Kementerian Perhubungan tidak dapat mengeluarkan regulasi yang membatasi operator untuk membeli pesawat jenis product launching. Sebab, kegiatan belanja pesawat itu murni business to business antara produsen pesawat dengan perusahaan maskapai. Hanya, kata dia, Kementerian berwewenang untuk memvalidasi sertifikasi atau izin operasi pesawat.
"Kami akan pelajari aturannya seperti apa. Kan kita tidak boleh ngarang-ngarang sendiri, enggak boleh beli ini seperti kita beli barang yang sepele,” ujar Budi saat ditemui seusai rapat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti mengatakan produk Boeing seri Max sejatinya telah disertifikasi oleh otoritas penerbangan Amerika Serikat, Federal Aviation Administration. FAA menerbitkan surat kelayakan terbang setelah pbrikan Boeing CO melalui sejumlah prosedur produksi.
Polana mengatakan Indonesia tidak berhak mengeluarkan sertifikasi atas produk Boeing. “Yang mengeluarkan sertifikasi adalah otoritas penerbangan di negara tempat pesawat itu diproduksi,” ujarnya.